Akhirnya, saya mau bahas film-film lagi ah. Setelah
lama tidak membahas film, kali ini saya mau bahas film Cina. Entah kenapa mereka selalu jago kalau bikin film coming-of-age dan cinta-pertama-yang-kandas.
Hahaha. Dan semua orang pasti suka, eh mungkin saya saja kali ya yang suka.
Wkwkwk. Eh, tapi ya nggak semuanya juga film yang saya tonton begitu semua. Ada
yang happy ending kok. Yaudahlah. Jadi baiklah saya mulai bahasnya. Yuuuuks.
Secret Fuit (2017)
“Akhir dari sebuah rahasia adalah permulaan yang baru.”
Cast: Arthur Chen, Na-na Ouyang, Hao Ou
etc.
Genre: coming-of-age,
romance
Director: Yi-chi Lien
Awalnya asal download aja sih, karena lagi kangen sama
movie china, terus posternya juga unyu, fresh banget. Waktu saya nonton 15 menit
awal, kok saya merasa film ini ada hubungannya sama The Left Ear ya. Dan
setelah saya cek, ternyata benar. Bisa dibilang Secret Fruit ini adalah Spin
Off dari The Left Ear (2015), mengingat film ini adalah adaptasi dari novel
dengan judul yang sama, dari penulis Rao Xueman. Walaupun tidak ada pernyataan
resmi, dengan adanya karakter yang sama dan cerita serta cuplikan yang sama,
saya yakin iya. Hahaha. Setelah digantung oleh hubungan antara Li Er dan Zhang
Yang, akhirnya penonton diberi jawabannya di film ini. Okesip.
Jadi film ini menceritakan tentang dua anak SMA, Yu
Chizi dan Duan Bowen yang telah bersahabat sejak kecil. Ibu Bowen telah
meninggal dan Ia tinggal dengan ayah dan ibu tirinya. Karena sering tidak
diurus oleh keluarganya, Bowen sering sekali berkunjung di rumah Chizi.
Kemudian Bowen jatuh hati kepada ibu gurunya yang bernama Li Er (Little Ear).
Hal itu membuat hubungan Bowen dengan Chizi berubah. Terlebih setelah mereka
mengetahui sebuah rahasia dari orang tua mereka. Mereka benar-benar terpisah
dan menjalani jalannya masing-masing. Jadi apakah rahasianya itu? Dan
bagaimanakah ending dari kisah mereka? Temukan jawabannya di filmnya ya. Saya
nggak mau spoiler. Hehe.
Pada dasarnya film ini dipenuhi dengan rahasia-rahasia
yang terungkap. Walaupun ceritanya tidak serumit The Left Ear, tapi mampu
membuat penontonnya dicampur aduk perasaannya. Dan membuat saya ketar-ketir
menanti endingnya. Oh iya, pemeran ceweknya menurut saya sekilas mirip Baifern
Pimchanok (Crazy Little Thing Called Love). Hehe.
77 Heartbreaks (2017)
“Memaafkan seorang sebanyak
tujuh kali terlalu sedikit, sedangkan 70 x 7 terlalu banyak, maka maafkanlah
sebanyak 77 kali”
Cast: Pakho Chau, Charlene
Choi, Michelle Wai, etc
Genre: Drama, Romance
Director: Herman Yau
Saya mah memang lemah banget sama actor-aktor
China/Taiwanese ini. Nggak ngerti lagi, mereka ini gantengnya membekas. Dan
Pakho Chau ini ganteng. Ingat yaa Ganteng, jadi nggak cuma cakep aja. Artinya
kalau ganteng itu sudah pasti cakep, tapi kalau cakep belum tentu ganteng. Hahaha.
Apaan sih! Skip!
Film ini menceritakan tentang hubungan sepasang
kekasih; Eva (Charlene Choi) dan Adam (Pakho Chau) yang sudah
terjalin selama 10 tahun. Tiba-tiba saja Eva meminta putus dengan Adam. Karena
tanpa Adam ketahui, ternyata Eva selalu menulis sebuah jurnal yang berisikan
kesalahan-kesalahan Adam. Dari kesalahan yang sepele sampai yang paling fatal
sekalipun. Tetapi, masalahnya adalah Adam selalu menganggapnya sebagai
kesalahan yang sepele.
Kemudian setelah berpisah, akhirnya Adam menemukan
jurnal milik Eva yang berjudul “77 Heratbreaks” yang memiliki arti “Memaafkan
seorang sebanyak tujuh kali terlalu sedikit, sedangkan 70 x 7 terlalu banyak,
maka maafkanlah sebanyak 77 kali”. Selama Adam membacanya, kita akan dibawa
flashback pada saat mereka berpacaran, bagaimana perilaku Adam sebenarnya, dan
bagaimana latar belakang kedua orangtua mereka yang cukup berbeda.
Menurut saya, ide cerita dari film ini cukup menarik.
Mengambil tema tentang memaafkan, yang tentu saja tidak semua orang mudah untuk
memaafkan. Apalagi memaafkan kesalahan dari pasangan yang sering sekali
terjadi. Dan tentu saja jangan terlena dangan ending dari sebuah film sebelum
sampai pada detik terakhir, karena biasanya di detik-detik akhir ini yang
paling krusial dan tak terduga. Ohya yang pasti menontonnya jangan baper ya.
Hehe.
Crying Out in Love (2016)
“Aku
akan tetap disini. Denganmu selamanya.”
Cast: Hao Ou, Huiwen Zhang, Xin Deng, etc.
Genre:
Romance
Director:
Kwak Jae-yong
Diadaptasi dari novel
berjudul Socrates in Love karya Kyoichi Katayama. Film ini menceritakan tentang
perasaan cinta anak muda. Diawali dengan Xia Ye dewasa yang menerima kiriman
paket berupa kaset-kaset dan Walkman. Setelah ditelusuri ternyata paket
tersebut dikirim lewat pos masa depan. Karena penasaran, maka Xia Ye dewasa
mendatangi alamat pos tersebut. Dan mengetahui bahwa kaset tersebut menceritakan
tentang Xia Ye remaja dan Ke Da. Disisi lain Ke Da dewasa juga sedang mendengarkan kaset-kaset tersebut.
Kemudian kita akan
dibawa ke pada masa dimana saat SMA dulu Xia Ye adalah seorang perenang. Dan
Ke Da jatuh hati padanya. Kisah mereka diceritakan dengan begitu manis. Karena
Ke Da pintar membuat tulisan, suatu ketika Ke Da mengirimkan ceritanya di
sebuah radio. Kemudian cerita tersebut dibacakan, sebagai hadiahnya ia mendapatkan Walkman.
Dan akhirnya Walkman inilah yang ia berikan kepada Xia Ye. Kehidupan Xia Ye
juga tidak bahagia seutuhnya, karena masalah keluarganya Xia Ye selalu
merindukan ayahnya. Ke Da pun menemani Xia Ye untuk menemukan ayahnya, dan Xia
Ye harus menerima kenyataan pahit tentang ayahnya. Tidak berhenti disitu, kejadian
pun menimpa Xia Ye, hal inilah yang membuat Ke Da merasa terpukul, dan berjanji
untuk selalu berada disisi Xia Ye. Disini penonton benar-benar diberi kenyataan untuk kisah Xia Ye dan Ke Da.
Jujur, dilihat dari
judulnya saja kita akan mengetahui mau dibawa kemana ending cerita film ini.
Crying. Ya, dan saya banjir dengan film ini. Oh ya, menonton film ini
juga harus deperhatikan dengan teliti jangan sampai gagal fokus. Karena ada bagian bagian yang
membuat bingung, dan ditampilkan secara acak. Tapi overall semua akan jelas pada akhirnya.
Bagaimana kisah Xia Ye dan Ke Da selanjutnya. Recommend banget sih, untuk yang
suka film-film sendu dan bikin banjir. Film ini juga mengajarkan kita untuk “Selama kita
masih bersama seseorang, kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu. Karena kita
tidak tahu kapan akan berpisah.”
Duckweed
(2017)
“Mereka bilang sebelum meninggal, seluruh hidupmu sekilas melintas di depanmu.”
Cast:
Deng Chao, Eddie Peng, Zhao Liying, Dong Zijian, etc.
Genre:
Comedy, Drama, Fantasy, Time Travel
Director:
Han Han
Pada awalnya kita akan disuguhkan dengan Xu Tailang
(Deng Chao) yang memenangkan 2022 China Rally Championship. Hal ini ia
persembahkan untuk ayahnya Xu Zhengtai (Eddie Peng) yang sejak dulu menentang
hobinya itu. Dan karena didikan Ayahnya dulu, ia sangat membenci ayahnya.
Selain itu, Tailang juga sangat merindukan sosok ibu, yang sudah meninggal dunia
saat Tailang kecil. Kemudian Tailang mengajak ayahnya itu untuk mengendarai
mobil balapnya tersebut dengan kencang. Terjadilah kecelakaan yang mengakibatkan Tailang
tak sadarkan diri.
Berikutnya Tailang tersadar dan telah terlempar ke
tahun 1998, sebelum ia lahir. Disana ia bertemu dengan Xu Zhengtai muda (ayahnya) dan
bergabung dengan gengnya. Berbagai kejadian mengantarkan Tailang untuk memahami
jalan pikiran ayahnya yang sebenarnya. Bagaimana ia mencintai istrinya, dan
bagaimana ia sangat melindungi sahabat-sahabatnya. Dan akhirnya Tailang juga bisa
bertemu dengan ibunya.
Bisa bayangin nggak sih, mereka mau nonton bareng. Tapi boncengannya begini. Haha. |
Menonton film ini itu campur aduk, ada lucunya, ada manisnya, dan ada harunya juga. Karena ada Eddie Peng saya jadi tertarik untuk
menontonnya dan suka. Disini dia somplak banget, mukanya itu lho komedi sekali.
Selain itu persahabatan antara Zhengtai dan gengnya juga sangat kompak dan
keren. Apik sih bagaimana Han Han mengemas film ini dengan tema persahabatan,
keluarga dan ketulusan. Lucunya lagi, waktu Tailang berusaha untuk mencari
ibunya dan bertekad untuk memisahkan Zhengtai dengan pacarnya, karena pacar
Zhengtai memiliki nama yang berbeda dengan ibunya. Nggak tahunya ternyata
pacarnya Zhengtai ganti nama, dan dia memang ibunya Tailang. Sumpah lucu.
Kemudian waktu acara pernikahan Zhengtai, justru Tailang yang lebih emosional,
dan epicnya lagi waktu istrinya Zhengtai hamil, yang berarti ibunya Tailang,
malah Tailang yang elus-elus perutnya. Hahaha. Ah, ternyata saya terlalu
spoiler ya.
Saya nggak paham juga, tapi ternyata directornya ini, Han Han dulunya itu seorang rally driver. Selain itu dia juga seorang blogger, author, dan entrepreneur juga. Debut film pertamanya itu tahun 2014, The Continent. Yang main itu Chen Bolin. Udah nemu film ini sih, Cuma masih ragu mau downloadnya. Ah, tahu gitu kemarin saya download sekalian. Haha.
Saya nggak paham juga, tapi ternyata directornya ini, Han Han dulunya itu seorang rally driver. Selain itu dia juga seorang blogger, author, dan entrepreneur juga. Debut film pertamanya itu tahun 2014, The Continent. Yang main itu Chen Bolin. Udah nemu film ini sih, Cuma masih ragu mau downloadnya. Ah, tahu gitu kemarin saya download sekalian. Haha.
Recommend banget deh pokoknya Duckweed.
Fleet
of Time (2014)
“Do you still remember her? Did you ever make a promise? Do you kept your words? Have you ever tried? Do you have any regret?
Cast:
Eddie Peng, Ni Ni, Zheng Kai, Vision Wei, Zhang Zixuan, etc.
Genre:
coming-of-age, romance
Director:
Zhang Yibai
Diadaptasi dari novel dengan judul yang sama,
karangan Jiu Yehui. Fleet of Time menjadi film yang wajib ditonton oleh pecinta
film China. Seperti tipe-tipe film romantis-tragis nya China, film ini memiliki
tempat tersendiri di hati para penonton. Film garapan Zhang Yibai ini
menyajikan kisah masa muda yang sangat manis.
Dimulai dari pesta minum di suatu club, Seven
seorang fotografer bertemu seorang pria yang mengaku bahwa ia pernah merelakan
13 poin pada ujian masuk perguruan tinggi demi seorang wanita. Dia bernama
Chen Xun (Eddie Peng). Ternyata Seven ini nantinya menjadi fotografer yang disuruh membuat video
pernikahan dari sahabat Chen Xun, yaitu Zhao Ye. Karena Seven tertarik dengan
cerita “Cinta Pertama” maka ia mewawancarai mereka berdua tenang cinta pertama. Hal inilah yang membuat mereka kembali mengingat kenangan masa lalu mereka.
Berlatarkan pada tahun 90an ada seorang gadis yang
baru saja pindah ke sekolah yang dipenuhi dengan bunga lilac. Dia bernama Fang
Hui (Ni Ni) yang sangat pendiam. Hal inilah yang membuat Chen Xun tertarik dengannya.
Namun akhirnya Fang Hui pun perlahan berubah dan mulai bergabung dengan
persahabatan antara Chen Xun, Qiao Ran, Zhao Ye, dan Lin Jiamo. Masa SMA
terlewati dengan canda tawa dan manis sekali. Sampai akhirnya mereka masuk ke
perguruan tinggi. Chen Xun dan Fang Hui memang masuk ke perguruan tinggi yang
sama, tetapi berbeda jurusan. Dari sinilah awal masalah mereka. Chen Xun
yang ternyata menyukai musik bertemu dengan Shen Xiotang yang memiliki mimpi
dan bakat yang sama. Tak berhenti disitu, ada kejadian lain juga yang tambah
membuat Chen Xun dan Fang Hui semakin menjauh, bahkan dengan sahabat-sahabatnya
itu. Dan diakhir film, akan terungkap siapa sebenarnya Seven dan maksud dari tujuannya.
Dengan ending semacam You Are The Apple of My Eye,
film ini sukses membuat saya gregetan. Ngeselin banget. Tapi kisah yang mereka
lalui sungguh sangat tragis, sangat mengena dan membuat saya tidak habis pikir.
Sangat disayangkan dengan apa yang di lakukan oleh Fang Hui. Tapi inilah letak
tragisnya, apa yang terjadi bias saja menjadi pelajaran. Selain kisah Chen Xun-Fang
Hui, film ini juga menyuguhkan tentang cinta bertepuk sebelah tangan Zhao Ye,
serta Lin Jiamo. Serta perasaan tulus dari Qiao Ran kepada Fang Hui. Overall
saya suka masa remaja mereka, tapi ikut terbawa sakit dengan kisah Chen Xun.
Entah, mau menyalahkan Chen Xun atau Fang Hui, yang pasti semua yang terjadi
memang terjadi begitu saja. Tanpa pikir panjang, karena itu masa muda. Jadi
yang bisa dipetik adalah, “Pikirkanlah matang-matang mana prioritasmu di
masa muda.”
Forever
Young (2015)
“Everything I do, I do it for you.”
Cast:
Li Yifeng, Zhang Huiwen, etc.
Genre:
coming-of-age, romance, dream
Director:
He Jiong
Mengisahkan tentang persahabatan para mahasiswa selama 4
tahun di universitas. Yan Xi telah tinggal dengan ketiga sahabatnya di asrama
sejak awal mereka masuk. Mereka memiliki mimpi yang sama yaitu untuk pergi ke
Paris dengan baletnya. Yan Xi memiliki pacar yang bernama Xu Nuo, Xu Nuo
memiliki band yang sedang mempersiapkan untuk bersaing agar mendapatkan kontrak
dengan label rekaman. Tapi kenyataan berubah, ternyata Yan Xi tidak diterima
dalam program ke Paris. Ia masih saja mau berjuang, tetapi para sahabatnya
sudah menyerah dan tidak memiliki ambisi yang besar untuk ke Paris. Singkat
cerita mereka terlibat pertengkaran, dan tiba-tiba saja ketiga sahabatnya
mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Inilah yang membuat Yan Xi terpukul.
Tetapi acara Dream Night Graduation Party sudah ada di depan mata. Dengan ambisinya itu, Yan Xi tetap saja memaksakan
diri berlatih balet untuk acara perpisahan tersebut. Kemudian Yan Xi
mengalami cidera yang cukup parah, yang mengharuskan Yan Xi untuk istirahat
selama beberapa bulan.
Atas nama persahabatan, akhirnya Xo Nuo berniat untuk
membantu Yan Xi. Ia memutuskan untuk menggantikan Yan Xi dan teman-temannya menari
balet. Bersama dengan teman satu bandnya, Xu Nou berlatih balet mati-matian.
Tentu saja latihan balet mereka tidak berjalan mulus, belum lagi masalah impian
mereka yang ingin tampil band agar bisa mendapatkan kontrak dengan label
rekaman masih sangat besar. Serta Xu Nou yang dilirik oleh band lain untuk
direkrut menjadi vokalis pun menjadi menambah masalah. Berbagai macam
kesalahpahaman dan beda pendapat terjadi. Apakah yang akan diputuskan oleh Xu
Nou? Dan bagaimanakah nasib band mereka? Tonton saja ya.
Temanya asik. Tentang masa muda, impian dan
persahabatan. Dimana semua menjadi satu yang tentu saja menjadi permasalahan
yang wajar bagi anak muda. Impian, seberapa besar impian kta tentu saja
membutuhkan dukungan besar dari orang terdekat untuk mwujudkannya. Saya suka
dengan judulnya “Forever Young” dan pemainnya juga segar-segar. Apalagi Xu Nou
ini orangnya pacar-able banget. Baik, setia dan mau berkorban. Setia dengan
pacar dan sahabat-sahabatnya. Sayangnnya mereka meragukan kesetiaan Xu Nou.
Duhh. Oh iya, lagu-lagunya yang dibawakan oleh Xu Nou juga bagus-bagus. Di film
ini juga banyak adegan lucunya, apalagi adegan waktu Xu Nou dan teman-temannya
encok karena latihan balet. Asli bikin ngakak. Hahaha. Dan di endingnya si
sutradara muncul, ternyata He Jiong ini host sekaligus actor. Pantesan kaya
nggak asing. Hehehe.
Bonus nih, tiba-tiba muncul Nickhun jadi tukang foto. Hahaha. |
So Young (2013)
“Hidupku ini seperti
bangunan yang cuma bisa dibangun 1 kali. Tidak boleh ada kesalahan 1cm pun.”
Cast: Yang Zishan, Mark
Chao, Jiang Shuying, Han Geng, Kai Zheng, etc.
Genre: coming-of-age, drama, romance
Director: Zhao Wei
Sebenarnya saya
menonton So Young 2: Never Gone terlebih dahulu yang dimainkan oleh Kris
ex-member EXO itu, baru kemudian penasaran dengan So Young yang pertama,
Kemudian mencari filmnya dan saya tonton. Hehe. Ternyata film ini berdasarkan
dari best-selling novel berjudul To Our Youth that is Fading Away karya Xin
Yiwu. Film ini juga menjadi debut awal Zhao Wei sebagai sutradara. Dan menjadi film sukses di China sana saat penayangannya.
Mengisahkan
tentang Zheng Wei (Yang Zishan) yang baru saja masuk perguruan tinggi. Ia masuk
ke perguruan tinggi tersebut untuk mengikuti Lin Jing (Han Geng) pujaan masa
kecilnya. Tetapi tiba-tiba saja Lin Jing menghilang. Zheng Wei kemudian
ditempatkan di sebuah kamar asrama dengan tiga orang lainnya, yaitu Ruan Guan, Zhu
Xiaobei dan Li Weijuan. Zheng Wei sendiri awalnya tidak begitu suka dengan Ruan
Guan karena ia adalah primadona di kampus. Semua teman-temannya ini juga memiliki
kisahnya masing-masing.
Sebelum mengenal
mereka, Zheng Wei juga sudah berkenalan dengan dua orang kakak tingkatnya di
jurusan arsitekur. Selain itu Zheng Wei juga bertemu dengan Chen Xiaozheng yang
memberikan kesan menyebalkan. Karena Zheng Wei tidak sengaja merusak miniature model
bangunan milik Chen Xiozheng. Tidak terima disalahkan, Zheng Wei terus
saja mengganggu Chen Xiaozheng setiap kali mereka bertemu. Dengan seringnya
pertemuan tersebut, Zheng Wei akhirnya menyukai Chen Xiaozheng. Dengan berbagai
cara, ia mencoba untuk mendapatkan hati Chen Xiaozheng, dan selalu mengikutinya kemanapun. Akhirnya merekapun berpacaran, selama berpacaran Zheng Wei benar-benar tulus mencintai Chen Xiaozheng
tanpa memandang status dia yang berasal dari keluarga miskin. Kisah mereka
sangat manis dan sederhana, tetapi film ini tidak berakhir disini. Setelah lama
berpacaran dan menjadi perbincangan, suatu hal pun datang menguji mereka.
Dengan ambisi Chen Xiaozheng, ia lebih memilih untuk meninggalkan Zheng Wei.
Tiga tahun pun berlalu, kini mereka telah dewasa dan masuk dunia kerja.
Tiba-tiba semua kembali seolah ingin menuntut yang seharusnya. Dengan kembalinya Lin Jing, ia menceritakan suatu tragedy yang
membuatnya harus menjauhi Zheng Wei, serta alasan Chen Xiaozheng
meninggalkan Zheng Wei. Selain kisah sang tokoh utama, semua tokoh disini juga
memiliki kisah yang tragis juga, dari mulai Ruan Guan yang dikhianati
kekasihnya dan berakhir tragis, Li Weijuan yang berjuang dari desa, serta Zhu
Xiaobei yang harus membantu kakaknya di warung makan untuk membiayai dia
sekolah. Serta kisah dari tokoh pelengkap yang juga membuat miris.
Film ini sungguh
benar-benar menceritakan masa muda yang masih penuh semangat, dengan kisahnya
masing-masing. So Young sepertinya memberikan kesan bahwa dengan
masalah-masalah yang mereka hadapi, mereka masih sangat muda untuk
menyelesaikannya. Yang akhirnya bisa menyulitkan jalannya sendiri kalau-kalau salah
mengambil langkah. Zhao Wei sebagai sutradara mampu untuk membuat penonton ikut
terbawa dengan emosi yang dimainkan oleh pemainnya. Tipikal film romantis tragis
khas China. Bagus. Walaupun endingnya yang sedikit memaksa. Ya, bisa
diterimalah.
***
Sekian ya bahasan tentang Chinese Movie nya, ini
baru part 1. Mungkin nanti bakalan ada part-part selanjutnya. Tunggu saja! Dan jika diperhatikan, hampir semua film yang saya tonton memang tipenya romantis-tragis ya. Hahaha. Kisah cinta pertama jaman SMA yang endingnya tak bersama. Parahh!!!
Fyi aja nih ya, saya itu kalau film romance lebih prefer ke romance Chinese atau Taiwanese. Tapi kalau soal drama tetap drama korea tak tergantikan. Belum nyoba drama Taiwan juga sih. Haha. Dan untuk Jepang, saya lebih suka anime movienya. Terus kalau Korea di film-film crime, thriller, mistery, romancenya lah beberapa. Intinya mah emang doyan nonton. Haha. Saya baru menyadari ternyata saya lebih menyukai film-film berlatarkan tahun 60-90an. Rasa-rasanya di jaman itu semua masih serba sederhana, dan lebih terkesan manis dari pada jaman sekarang. Hmmm.
Fyi aja nih ya, saya itu kalau film romance lebih prefer ke romance Chinese atau Taiwanese. Tapi kalau soal drama tetap drama korea tak tergantikan. Belum nyoba drama Taiwan juga sih. Haha. Dan untuk Jepang, saya lebih suka anime movienya. Terus kalau Korea di film-film crime, thriller, mistery, romancenya lah beberapa. Intinya mah emang doyan nonton. Haha. Saya baru menyadari ternyata saya lebih menyukai film-film berlatarkan tahun 60-90an. Rasa-rasanya di jaman itu semua masih serba sederhana, dan lebih terkesan manis dari pada jaman sekarang. Hmmm.
0 comments:
Posting Komentar