Sabtu, 17 Februari 2018

, , , , ,

Ceritaku tentang Dilan

Ternyata gatel juga ya kalau tidak ikut-ikutan ngomongin 'Dilan'. Rasanya mau mengabaikan tapi gregetan juga pengen bahas. Dasar.

Kalau boleh sombong (*bolehin ya) saya adalah penggila Dilan garis keras. Tapi itu jauh sebelum Dilan mau difilmkan. Saya tekankan lagi. JAUH SEBELUM DILAN MAU DIFILMKAN. Hahaha. *pake otot ngomongnya.

Tapi kalau boleh jujur lagi, saya juga telat mengetahui keberadaan Dilan ini. *ditimpuk. Waktu itu pada tahun 2015 sebelum novel keduanya terbit, saya baru tahu kalau katanya novel Dilan itu bisa membuat baper. Iya. Dengan iming-iming 'bisa membuat baper' itu saya jadi penasaran dengan novel Dilan. Tahu Dilan-pun secara random sekali, waktu itu saya iseng-iseng mengetik di pencarian twitter dengan keyword 'novel bagus' kalau tidak salah. Dan saya menemukan akun twitter yang disambungkan dengan akun ask.fm jaman itu. Di akun ask.fm itu ada pertanyaan "Novel apa yang paling bagus menurutmu?" dan dengan semangat sang pemilik akun menjawab bahwa novel Dilan adalah yang paling bagus dan membuat dia baper. Berbekal itu saya akhirnya mencari review tentang novel Dilan kesana kemari. Lalu tingkat penasaran saya langsung meningkat. Haha.

Tapi setelah mengetahui Dilan bisa membuat baper saya tidak langsung membelinya. Mengingat saya tinggal dikota kecil yang tidak memiliki toko buku yang lengkap. Saya harus menahan hasrat saya untuk membeli novel Dilan. Lalu Dilan 1991 terbit, dan saya juga belum bisa membelinya karena alasan yang tadi itu. Tapi tiba-tiba ketika saya mampir ke toko buku yang ada di kota saya, saya melihat novel Dilan 1991 itu nangkring dengan cantik di depan toko. Mata saya langsung berbinar-binar. Akhirnya ada juga di kota saya. Terharu. Kemudian ketika saya tanyakan apakah Dilan 1990 juga ada, ternyata jawabannya mengecewakan. Akhirnya dengan senang bercampur sedih karena tidak mendapat yang pertama, saya membeli novel yang kedua dahulu.

Bayangkan saja, saya beli buku baru tetapi hanya dielus-elus tanpa langsung membacanya. Sungguh tidak kuat! Eh, tapi saya tetap pada pendirian saya. Kalau saya tidak mau baca yang kedua sebelum baca yang pertama. Titik. Dan saya menjadi mahasiswa baru. Cari kos. Sibuk ospek. Semester awal. Dan tidak tahu apa-apa. Sejenak melupakan penasaran saya pada Dilan. Sampai akhirnya di bulan November 2015, saya  menemukan Dilan 1990. Di bazar buku yang waktu itu diadakan. Mau nangis rasanya. Hahaha. Akhirnya ku menemukanmu nak. Kemudian saya mudik ke rumah. Membaca novel Dilan 1990, Dilan 1991 secara berurutan, dan hanya dalam waktu singkat. Langsung jatuh cinta, secinta-cintanya dengan Dilan.

Iya, saya semudah itu jatuh cinta dengan tokoh novel. Ih! Dan setelah itu saya jadi bahas-bahas Dilan terus. Dimanapun. Saking cintanya saya.

Tahun 2016 pun datang, setelah ditunggu-tunggu seri yang ketiga akhirnya terbit. Milea, Suara dari Dilan. Saya langsung beli dong, tapi waktu itu karena kuota data saya sedang habis, saya jadi ketinggalan POnya. Jadi tidak bisa dapat CD Voor Dilan-nya. Apes tenan. Tiwas wes dienten-enteni malah kehilangan momen. Hahaha. Inginku mengeluh!

Di novel yang ketiga, novel tersebut berisikan tentang penjelasan tentang mereka yang tak bisa bersama. Aihhhh. Rasanya menyesal juga baca yang ketiga, yang kedua juga. Tapi kalau tidak membaca semuanya juga rugi, jadi tidak tuntas. Jadi, kalau boleh saya bilang novel Dilan yang paling bagus ya yang pertama. Sudah itu saja. Cukup! Kalau tidak mau kecewa ya sudah, saya sarankan baca yang pertama saja. Hahaha.

Ah, Dilan. Tidak usahlah saya ikut-ikutan menuliskan kata-kata yang sudah pernah mereka katakan. Karena itu sudah mewakili semuanya. Bahkan saya pernah sampai pada titik yang mendambakan sesosok seperti Dilan hadir di hidup saya. Konyol. Tapi saya berharap banyak.

Pertengahan 2017. Tersiar kabar kalau Dilan mau difilmkan. Jujur saya adalah orang yang berada di garis depan untuk menolak itu. Tapi apalah saya, yang hanya fans Dilan. Si manusia ajaib yang saya sukai. Tapi saya tetap percaya dengan Pidi Baiq. Surayah. Sang penulis novel. Terlepas dari populernya novel Dilan. Saya mencoba ikhlas Dilan difilmkan. Semenjak itu ketiga novel Dilan saya jadi laris manis, dipinjam kesana kemari. Sampai lusuh dibuatnya. Dan saya sempat kesel juga, mendapati novel Dilan saya sebegitu lusuhnya. Sekarangpun Dilan kedua saya masih belum pulang, dan saya tidak tahu ada di siapa. Semoga saja dijaga baik-baik. Kemudian waktu itu teman saya mention saya di instagram tentang siapa yang menjadi pemeran Dilan. Jederrrr! Saya shock tidak tertahankan. Waktu itu saya sempat; hih kok dia yang jadi Dilan. Saya tidak membencinya, hanya saja rasanya kok kurang pas dengan karakter Dilan. Kalaupun saya harus menyebutkan siapa menurut saya yang cocok menjadi Dilan, ya saya tidak bisa. Karena saya masih tetap membayangkan sosok Dilan versi saya yang tak tergambarkan. Saya yakin pembaca Dilan dan yang mencintai Dilan mempunyai sosok Dilan versinya masing-masing. Tetapi ya sudahlah. Pemilihan pemeran Dilan pasti sudah dipertimbangkan dengan matang-matang.

Apakah saya akhirnya menonton Dilan? Ya tentu saja, sebagai pencinta Dilan, saya adalah tim yang mau menonton filmnya juga.

Tanggapannya? Sudahlah jangan dibahas panjang lebar. Karena saya pencinta novel Dilan, saya sudah hafal dan tahu urut-urutannya bagaimana. Jadi, lucunya saya malah jadi kurang menikmatinya. Karena saya hanya menantikan adegan ini di film seperti apa ya. Ekspresi Dilan waktu berdialog ini bagaimana ya. Hahaha. Sampai filmnya selesaipun saya kaya yang, cuma begini saja? Maafkanlah saya yang kurang menikmatinya. Ya mungkin karena saya tidak berekspektasi tinggi dengan filmnya. Saya biasa saja. Kalau yang lain setelah menonton Dilan jadi baper dengan Iqbal. Saya masih tetap sama. Mengagumi sosok Dilannya. Sudah cukup! Kalau boleh saya bicara lagi, sebenarnya saja juga tidak sreg dengan adengan Milea dengan Bunda Dilan di dalam mobil. Editannya sungguh tidak nguati. Wkwkwk.

Jadi menurut saya, bagi kalian pengagum Dilan, sudaaah, tidak apa-apa kok kalau tidak menonton filmnya. Karena menurut saya memang tetap mantap novelnya. Lebih mengena dan lebih bisa membuat senyum-senyumnya.

Lah, panjang juga saya cerita tentang Dilan ini. Oh iya, kalau boleh cerita juga, dari novel Dilan ini saya jadi suka baca buku. Jadi bisa dibilang Novel Dilan adalah yang paling saya cintai dan alasan utama yang membuat saya suka membaca. Hahaha. Sombong! Cih!

Ps : Saya baru sadar, ternyata saya tidak pernah memfoto ketiga novel Dilan saya. Hahaha.
Share:

0 comments:

Posting Komentar