Senin, 04 Juni 2018

, ,

Arah Langkah dan Perjalanan 9 Kota (Yogyakarta)

Postingan kali ini akan sedikit lebih panjang dari biasanya. Hehehe. Tuntaskan ya bacanya. Mari ngabuburead. 


Sudah baca Arah Langkah? Kalau belum, baca dong atau mungkin bisa main-main ke postingan saya sebelumnya. Disini

Kalau yang sudah tahu Bung Fiersa Besari tentu saja kalian tahu bahwa Bung baru saja merilis buku terbarunya berjudul Arah Langkah. Dan kalau kalian kenal saya, kalian pasti tahu kalau saya mengagumi karya-karya Bung kalau tidak mau disebut fans. Karena Bung menyebut kami Kawan Yang Mengagumkan. Ehemm. Jadi merasa istimewa. 

Seperti buku-buku yang lainnya. Setelah perilisan biasanya akan ada tur buku atau semacam booktalk, atau ajang untuk kami yang ingin bertemu dengan penulisnya. Untuk Arah Langkah sendiri, Bung melakukuan tur terjudul Arah Langkah dan Perjalanan 9 Kota. Dalam pemilihan kota, mediakita (selaku penerbit) memilihnya berdasarkan antusias para pengagum Bung bagaimana. Dalam hal ini terpilihlah 9 kota dengan penjualan Arah Langkah terlaris. Untuk kota-kota yang pernah dikunjungi tentu saja tidak bisa didatangi lagi. Karena menurut Bung kita perlu untuk memberi ruang pada rindu. Eciyeeeeee.

Sebelum pengumuman 9 kota, saya sudah deg-degan sekali. Saya berharap banyak untuk Yogyakarta agar bisa dikunjungi. Walaupun banyak yang bilang dan yakin kalau Yogyakarta pasti dikunjungi. Ya namanya juga was-was. Hehe. Tapi memang sih sudah terlihat pada waktu PO Arah Langkah, di berdikaribook (TBO di Yogyakarta) memang paling cepat sold out-nya. Dan memastikan Yogyakarta untuk dikunjungi. Yeeeey!!!

Dan pengumuman pun tiba. Mediakita merilis jadwal Perjalanan 9 Kota. Haseeek. Di pengumuman pertama Yogyakarta tercantum  sebagai kota penutup. Tetapi pada saat akan memulai tur di Depok. Kabar duka menghampiri Bung. Hal ini menyebabkan kunjungan ke Depok dan Jakarta ditunda. Dan dilakukan setelah ke Yogyakarta.


Pada saat tahu Bung akan ke Yogyakarta. Saya memang tidak banyak berkoar-koar di media sosial kalau ingin datang. Saya belajar dari kegagalan saya tanggal 7 Mei lalu, yang tidak bisa datang ke gigs Fiersa Besari X Kerabat Kerja di UMY. Padahal saat itu saya sudah berkoar-koar ingin datang, nyatanya saya gagal. Intinya saya mah cuma bisa merencanakan, dan hanya Allah lah yang menentukan. Setel kalem saja, tahu-tahu datang gitu. Hahaha. Dan nyatanya sukses datang kan. Mwehehe. Soalnya saya takut kalau-kalau saya gagal lagi karena suatu alasan.

Sebelum tanggal 3 Juni, saya jauh-jauh hari sudah membooking teman saya -Wiji- untuk menemani saya ke Yogyakarta. Tanpa menerima alasan penolakan pokoknya. Terkesan memaksakan memang. Hahaha. Yang penting dia modal diri dan tenaga saja. Transport dan makan saya yang tanggung. Eh tapi untungnya puasa, jadi tidak sekalian makan. Hahaha. 

Dan yang lebih bersyukurnya lagi adalah di Yogyakarta acaranya siang. Pukul 11.00-13.00 WIB. Padahal di kota-kota lainnya acaranya pukul 15.00-17.00 WIB. Jadi saya tidak bingung pulangnya.  Ternyata alasannya adalah Bung setelah dari Yogyakarta akan ada manggung di Magelang. Owalah pantesan. Untungnya lagi, karena Wiji setelah ashar juga akan ada acara. Jadi setelah acara selesai bisa langsung pulang. 

Mari lanjut bercerita, pada hari H.

Minggu, 3 Juni 2018.
Setelah sahur dan adzan subuh, saya mandi dan bersiap-siap. Gasik sekali kann. Haha. Karena saya akan naik kereta Prameks pada pukul 06.00 WIB dari Stasiun Kutoarjo. Sampai Stasiun Tugu tiba pukul 07.15 WIB. Saya langsung jalan-jalan ke Malioboro. Karena ada titipan, saya menunggu sampai penjual-penjual buka. Haha. Karena masih gasik juga, saya pikir Gramedia pasti belum buka juga. Jadi saya dan Wiji duduk-duduk saja, sambil ngantuk-ngantuk. 

Karena pengumuman di mediakita, bagi yang ingin ikut booksigning dan foto bareng harus registrasi dulu 2 jam sebelum acara dimulai. Pukul 09.00 WIB saya untungnya buka instagram mediakita. Dan dikolom komentar sudah banyak yang komen kalau antriannya sudah panjang. Saya langsung panik. Langsung saja pesan Go-Car ke Gramedia Sudirman. Untungnya lagi tidak macet. Hehe.

Sampai sana saya bingung, di lantai bawah, ini mana katanya sudah antri. Lha waktu naik ke lantai dua di tangga ternyata sudah buwaaanyak yang antri. Hahaha. Super sekali memang antusias di Yogyakarta. Untung saja antriannya tertib, tidak rusuh. Dan pada saat antri saya mencuri dengar dua orang mas-mas yang baru berkenalan. Mereka cerita-cerita awal mula mereka tertarik dengan Bung, mas yang satu dia mengikuti dari Garis Waktu. Dan yang satunya lagi cerita kalau baru saja di akhir-akhir 2017 lalu dari video Jurnal dan Suaraksara di kanal youtube Bung. Kaya saya juga baru 2017 akhir, bulan September. Haha.

Nah yang membuat saya kaget adalah, dari cerita mereka ternyata katanya registrasinya dari pihak Gramedia sudah bisa dilakukan hari-hari sebelumnya. Padahal di mediakita 2 jam sebelum acara. Hla piye to. Ya mungkin biar lebih efektif kali ya. Soalnya dari pegawai Gramedia walaupun sudah bisa registrasi hari sebelumnya toh masih kewalahan juga memberikan nomor antrian. Eh saya juga jadi punya kenalan baru lho karena mengantri. Namanya Sulis anak UIN Sastra Inggris. Kaya jurusannya Bung. Haha. Setelah mengantri lama, Alhamdulillah saya kebagian nomor 148 dan kuota yang disediakan hanya 250 saja untuk booksigning dan foto bareng. Lumayan. Tapi sedihnya saya nggak dapat tempat duduk di karpet. Jadi saya harus terima berdiri di belakang karpet. Yang akhirnya ketutupan tulisan waktu Bung buat instastory. Ngenesss. Hahaha.


Pukul 11.00 WIB acara dimulai. MCnya dari pihak mediakita. Waktu awal acara, kami diminta untuk memanggil Bung turun dari lantai atas. "Bung Fiersa, Bung Fiersa!!!" Dan yang dinanti pun turun. Tahu kan gimana antusiasnya waktu Bung pertama kali muncul. Rusuhhh. Hahaha. Ya ampun saya senengnya nggak ketulungan. Bung manis sekali. Berbalut celana jins, dan kaos hitam serta membawa tas cangklong eiger seperti biasanya. Gantengnyaaaaa. Hahaha.

Saya terlalu jauh dari Bung,
jadi motonya harus ngezoom.
Mengingat waktu yang terbatas. Acara langsung dimulai, dari Bung menjelaskan tentang Arah Langkah. Dan sesi tanya jawab. Karena sesi foto pasti akan lebih memakan waktu. Dari sesi tanya jawab ada 3 penanya yang bertanya. Dua penanya pertama adalah cewek, dan penanya terakhir cowok. Si mas-mas penanya terakhir ini yang lucu. Yang memecahkan acara juga. Dia menanyakan tentang Zona Nyaman dan Kejombloan. Hahaha. Dari cara dia berbicara sih yang membuat lucu. Dia bilang single itu bukan sing-gel tetapi singel. Hahaha. Langsung pada ketawa. Dan selalu, jawaban Bung memang bijaksana dan membuka pikiran.

Kata Bung di negeri kita itu banyak sekali standarisasi. Katanya kalau orang berumur 30 lebih belum nikah itu haram, nista banget gitu ya. Haha. Terus lagi Bung ini sebenernya ingin mendukung gerakan nikah muda lho, tapi Bung sudah tidak muda lagi. Haha. Tapi Bung juga bilang, buat apa nikah muda kalau merepotkan orang yang katanya kita cintai. Orang tua harus memestakan. Menurut Bung nikah itu bukan masalah kebut-kebutan. Tapi harus dipikirkan matang-matang. Makanya Bung sampai sekarang ini bisa sampai ke tahap melamar juga tidak mudah. Bukan sekedar romantis-romantisan. Karena menikah itu sekali seumur hidup ya. Adik Bung itu sudah menikah dan hampir memiliki dua anak. Katanya Adik Bung ini menikah dengan cinta pertamanya. Pertama ketemu waktu OSPEK. Dia jatuh cinta sekali dan langsung dikejar. Lulus, kerja di pertambangan dan menikah. 

Jadi kata Bung; Sungguh merugi seseorang yang mencari pasangan dengan terlalu memperhatikan kriteria. Harus ini harus itu. Jatuh cinta itu ya tentang "saya jatuh dan saya cinta".

Banyaklah pemikiran-pemikiran Bung yang bisa membuka pemikiran kita. Saya suka dengan Bung bukan hanya sekedar karyanya saja, tapi dengan pemikiran-pemikirannya juga. Tentang pemikiran kritisnya mengenai lingkungan dan sebagainya. Eh tapi yang menggelitik itu Bung ini kemarin sering sekali ngomongin Tik-tok. Wkwkwk. Yang lagi syantik itu. Haha. Apaan banget. Katanya Bung juga ingin menua di Yogyakarta. Ingin bertani gitu kaya Thanos. Dasaaarrr.

Tiba juga di sesi foto-foto. Harus antri yaaa. Hehehe. Iiih nggak ngerti lagi, semakin didekati Bung semakin terlihat ganteng dan manisnya. Senyumnya itu lho. Gingsulnya itu lhooo. Ya Allah. Mana ramah banget lagi. Sambil tanda tangan Bung suka ngobrol-ngobrol. Ramah banget lah pokoknya mah. Sukaaaa. Sampai nggak ngerti lagi mau ngomong apa di depan Bung. 

Waktu giliran saya:
"Hai Bung"
"Iya, Hai"
"Aku deg-degan Bung"
"Yaiyalah deg-degan, masa enggak"
Bung Fiersa tanda tanganin Kolase.
Terus saya buka Arah Langkah.
"Ih Bung masa kemarin ini tanda tangannya kepotong Bung, boleh tulisin Untuk Alfi gitu aja nggak?"
"Ih kan nggak boleh, di tanda tanganin lagi aja ya." sambil buka lembar selanjutnya.
"Oh iya bung nggak papa"
"Alfi ya namanya? Alfi?"
"Iya Bung Alfi. Hehe" Nyengir.
Terus difoto bareng. (cuma sekali jepretan -_-)
"Makasih banyak ya Bung. Sukses terus Bung."
"Iya, Alfi." sambil nunjukin senyum manisnya. 
Untung saya nggak pingsan.
Habis itu saya pergi, saking gugupnya jadi lupa mau salaman sama Bung. Ahelahhh. Duh jadi mendadak bego.

Aku seneng banget, Bung manis gitu. >,<

Yang tinta biru yang aku dapat waktu PO.
Dan yang hitam di lembar selanjutnya, dikasih
baru sama Bung kemarin.

Sungguh 3 menit yang sangat sangat singkat dan bermakna. Terimakasih Bung. 
Sukses terus dan selalu menginspirasi ya Bung!
Big love!!!

Pulaaaaang!!!

Oh iya, sebenernya waktu di Gramedia saya mau sekalian beli Garis Waktu biar minta ditanda tangani, karena saya belum punya karyanya Bung si putih itu. Eh, ternyata malah stoknya sedang habis. Kandas deh bawa pulang si putih yang bertanda tangan. Tapi nggak papa lah sebagai gantinya saya bawa pulang Distilasi Alkena punya Bang Wira Negara. Maunya sih bawa pulang Kala. Ah, tapi...

PS: Terimakasih untuk pihak-pihak yang membantu dan menolong saya, sehingga saya sukses bertemu dangan Bung. Terimakasih Mbak Ipeh untuk motornya yang membawa saya beli tiket kereta, Maaf maaf ya titipannya nggak jadi  dibelikan. Haha. Terimakasih Say untuk sudah bersedia menemani saya beli tiket kereta. Terimakasih bapak-bapak Go-Car yang sudah berbaik hati. Terimakasih Sulis sudah memfotokan saya dari samping. Dan Terimakasih sebanyak-banyaknya untuk Wiji yang rela ikut umpel-umpelan cuma buat nurutin kemauan saya. The bestlah kamu. Haha. Tak lupa saya juga Terimakasih untuk Bapak dan Ibuk yang sudah memberikan uang jajan untuk ditabung. Agar saya bisa membeli karya-karya Bung. Haha. Daaaan Terimakasih Yogyakarta, telah mempertemukan saya dengan Bung. Bung Terimakasih sudah mau datang, dan menemui kami. Sukses selalu Bung! Semoga lancar Film Garis Waktu-nya yaa!
Share:

0 comments:

Posting Komentar