Rabu, 03 April 2019

Akhirnya Ditegur Juga


Ketergesaan memang bukan sesuatu yang baik. Dan rencana manusia, walaupun sudah diperkirakan dengan pasti kadang ia lupa akan kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa menghambat rencana tersebut. 

Sebagai mahasiswa yang sudah menduduki kasta terakhir tentu saja saya sudah tidak mempunyai jadwal perkuliahan. Oleh sebab itu kegiatannya hanya di kos dan sesekali ke kampus untuk jadwal bimbingan dengan dosen. Minggu kemarin adalah jadwal saya untuk mudik, sebenarnya saya pulang hari sabtu setelah ada jadwal bimbingan. Setelah memastikan hari senin tidak ada bimbingan akhirnya saya masih di rumah hari senin juga. Kemudian malam harinya bu dosen baru memberi kabar bahwa hari selasa ada jadwal bimbingan jam 8 pagi. Setelah dipikir-pikir akhirnya saya memutuskan akan berangkat jam 6 pagi dari rumah, mengingat perjalanan saya sampai kos hanya sekitar 1 setengah jam saja, itu sudah termasuk ngebut. 

Pagi harinya, setelah motor dipanasi oleh bapak dan berpamitan dengan ibuk yang sedang memasak saya siap untuk berangkat, namun kemungkinan yang tidak saya perkirakan terjadi, pagi itu hujan turun. Dan saya akhirnya memutuskan tetap berangkat dengan menggunakan jas hujan dan sendal jepit. Mbah uti adalah orang yang selalu mewanti-wanti saya untuk tidak ngebut di jalanan, dan pagi itupun beliau tidak absen untuk memperingati saya. Seperti kebanyakan orang, kalau dilarang untuk ngebut di jalan pasti hanya akan masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan. 

Tapi pagi itu saya masih sadar, karena hujan saya nggak akan mau ngebut. Di perjalanan sudah saya hati-hati banget. Sampai-sampai di setiap tikungan saya pelan banget. Nah waktu sudah memasuki jalan yang lurus dan lumayan terang, serta jalanan yang sudah tidak basah, jiwa-jiwa pembalap saya muncul kembali. Melihat jam tangan yang sudah memasuki setengah 8 saya mulai ngebut. Dan bruuukkkk!!! Kemungkinan lain yang tidak saya perkirakan kembali datang. Dengan apesnya saya akhirnya jatuh dari motor. 

Yang saya ingat, waktu kejadian saya melihat dari lawan arah ada bapak-bapak mau menyalip, posisi saya sedang ngebut, mengetahui itu saya mulai memperlambat laju saya, namun kemungkinan yang lainnya datang ujug-ujug ada sorang ibu-ibu membawa motor dari pinggir mau masuk ke jalan dengan sebuah keranjang kanan-kiri di motornya. Ternyata saya langsung kaget dan reflek menarik rem di tangan kiri untuk menghindari si ibu, namun daripada saya menabrak keranjang si ibu  akhirnya tangan kanan saya juga ikut reflek menarik rem, yang artinya itu rem depan. Ya sudah langsung mandeg dan brukkkkk!

Dengan posisi tubuh yang menculat dari motor saya tiba-tiba tengkurap di jalanan. Selang beberapa detik kepala saya terasa berat dan bahu kanan saya terasa kebas karena jatuh sebagai tumpuan. Lima detik kemudian saya bangkit dan duduk di jalanan, dan beberapa menit kemudian saya sudah dipinggirkan oleh beberapa warga. Saya lihat jempol kaki kanan saya lecet dan mengeluarkan darah, sendal jepit kanan saya lepas. Saya kemudian mengecek lutut saya, ternyata hanya memar dan telapak tangan saya yang baret karena aspal jalanan. Saya lihat beberapa buah jambu yang saya bawa dari rumah berserakan di jalan, untung tupperware ibuk masih waras.


Alhamdulillah saya masih selamat. Sebuah keselamatan yang mahal harganya. Yang mana sebuah teguran dari Yang Maha Kuasa bahwa ketergesaan memang bukan sesuatu yang baik. Setelah itu saya mengecek motor saya, ternyata hanya lecet saja di bagian depan dan langsung melanjutkan perjalanan ke kos. Namun di tengah perjalanan itu tiba-tiba tangis saya pecah. Rasa kaget yang mak tratap itu akhirnya membuat saya nangis juga, jadi di sepanjang perjalanan itu saya nangis manggil-manggil ibuk sambil naik motor. Dah macam orang yang putus cinta saja naik motor sambil nangis.  Perkara dilihatin orang dari lawan arah saya bodo amat. Yang penting saya mau cepat-cepat sampai kos saja rasanya.

Sampai kos langsung buat geger orang-orang karena tangis saya, semua ribut cari obat merah dan perban. Setelahnya saya biasa aja, dengan mata sembab saya tetap menemui ibu dosen. Jadi kesannya dramatis sekali, dibela-belain jatuh karena mau bimbingan. Padahal mah ya sedang apes saja dan intinya itu adalah sebuah teguran bagi saya yang suka mengebut.

Udah ah, saya kapok berangkat dari rumah pagi-pagi dan mepet waktunya. Yang ada malah jadi kemrungsung dan rugi sendiri. 

Lalu pagi tadi setelah bangun tidur, saya baru merasakan pegal-pegal di sekujur badan. Kapok! Kapok!
Share:

0 comments:

Posting Komentar