Sabtu, 19 Mei 2018

, ,

Book Review: Menilik Kisah Perjalanan Fiersa Besari dalam Arah Langkah

Sebelumnya, berita duka baru saja menghampiri Bung Fiersa, Ayah kandung Bung Fiersa baru saja meninggal dunia di bulan penuh berkah ini. Semoga Bung dan keluarga dikuatkan. Aamiin.

Arah Langkah adalah karya terbaru dari Fiersa Besari yang baru saja dirilis tanggal 4 Mei lalu di Makassar. Kalau dilihat dari jauh-jauh hari sebelum Arah Langkah rilis. Saya sudah menantikannya. Layaknya menanti sang pujaan hati begitu. Haha. Sampai tiba pengumuman kapan PO bertanda tangan dibuka, saya sangat antusias. Tanggal 1 Mei dipilih sebagai mulainya PO Arah Langkah, saya dihari-hari sebelumnya sudah disibukkan dengan drama memilih pesan di toko buku online yang mana. Karena memilih toko buku online itu layaknya memilih pasangan, sekalinya salah pilih, bisa hancur dikecewakan. Aseli beneran. Hehe.

Akhirnya tanggal 1 Mei, dipagi hari sebelum jam 8 saya memutuskan untuk pesan di berdikaribook. Hal ini didasarkan pada pengirimannya yang akan dikirim dari Jogja. Biar hemat diongkos kirim pikir saya. Ya walaupun mau memilih yang dari Jakarta sebenarnya tidak apa-apa, karena saya pun belinya tidak sendiri, tetapi berbarengan dengan dua orang teman. Tapi kalau ada yang lebih murah kenapa harus pilih yang mahal kan? Hehehe. Prinsip hemat.  Nah yang membuat sedikit kecewa itu ternyata pengiriman setiap TBO berbeda-beda. Dan berdikari baru mengirimnya tepat tanggal 11  Mei. Yang tentu saja pada tanggal segitu buku Arah Langkah sudah beredar di toko buku besar di berbagai kota. Jadi, yang tidak ikut PO sudah bisa memeluk bukunya, sedangkan yang ikut PO masih harus menunggu. Ini adalah proses belajar sabar nak. Okesip. Sabar.

Dan Arah Langkah-ku sudah sampai keesokan harinya, tanggal 12 Mei. Sempat was-was menunggu Pak Pos datang, karena hari Sabtu itu setelah dzuhur saya harus pergi ke acara camping UKM. Pagi itu saya cek, ternyata jam 5 pagi paket sudah sampai di Purworejo, yang artinya sang paket hanya tinggal diantarkan ke kos. Sampai jam 10 tiba, saat itu saya baru saja keluar untuk membeli makan, Pak Pos pun datang. Uhhh. Mata saya berbinar-binar. Langsung saja saya lucuti paket tersebut, dan mengabarkan ke teman saya.

Dari pengalaman yang sudah-sudah saya memang berniat untuk tidak menghabiskan Arah Langkah dalam sekali duduk. Selain karena kemarin-kemarin memang tidak ada waktu, dan mood baca yang sedang kabur, saya juga tidak ingin terhanyut dalam euforia Arah Langkah ini. Sepertinya saya hanya antusian atau was-was lebih tepatnya menantikan Arah Langkah datang, tetapi sekalinya sudah datang saya malah disibukkan dengan acara-acara lain yang menghalangi saya untuk langsung membacanya.

Baru di libur awal puasa ini saya bisa punya waktu luang dalam membacanya. Sore tadi menjelang maghrib akhirnya saya tuntas juga membaca Arah Langkah. Itupun saya membacanya sudah dilambat-lambatkan dari hari Kamis kemarin. Ini termasuk waktu terlama saya untuk menghabiskan buku dengan 300 halaman lho.


Arah Langkah menceritakan tentang perjalanan Bung dengan dua orang sahabatnya, untuk mengelilingi Indonesia. Berbagai cerita dan hambatan dilalui. Yang seperti kita tahu, perjalanan Bung ini didasari oleh patah-hati-nya yang sangat mendalam. Kalau Bung patah hati bisa keliling Indonesia, kalau kamu patah hati bisa berbuat apa? Nangis dipojokan? Mau bunuh diri? Haha. Mari renungkan.

Sensasinya setelah membaca buku Arah Langkah itu seperti ini; saya orang Indonesia tapi wawasan apa yang saya ketahui dari wilayah Indonesia? Saya jadi merasa asing, sepertinya saya belum cukup untuk mencintai namanya saja. Saya jadi ingin untuk menjelajahi isinya juga. Terlalu banyak tempat-tempat yang manis yang dikunjungi oleh Bung. Terlalu banyak orang-orang yang baik yang dijumpai oleh Bung. Mungkin itulah arti dari sebuah perjalanan yang sebenarnya. Tidak hanya datang ke tempatnya, berfoto, lalu dipamerkan. Tetapi lebih dari itu, Bung dan dua sahabatnya bisa membaur dan akrab dengan penduduk lokal. Untungnya, mereka bisa diberi tumpangan dan makan gratis. Wahhh. Nikmat sekali bukan?

Seperti di bukunya yang sudah sudah. Bung selalu lihai dalam mengambil pemilihan kata. Bung juga mengajarkan untuk menggunakan padanan kata yang jarang sekali digunakan orang lain. Dari sini pembaca akan lebih tahu banyak kosa kata yang baru dan bermakna. Selain itu, untuk menggambarkan tempat-tempat yang dikunjungi, dalam buku ini pun dilengkapi dengan foto-foto yang Bung dan dua sahabatnya ambil dalam perjalanan.

Dan sepertinya ada yang kurang deh dari buku Arah Langkah ini. Kurang banyaaaaak. Hahaha. Bagaimana dengan perjalanan selanjutnya? Saya curiga, kalau bakal ada cerita yang selanjutnya. Lanjut Bung, lanjut!!! Saya tunggu, versi selanjutnya. Hehe. Atau setelah Bung menikah? Baik! Uupsst.

Ps : Saya jadi kepikiran, setidaknya satu kali saja dalam hidup saya, saya ingin deh melakukan perjalan keluar pulau jawa. Ke pulau manapun itu. Sepertinya kalau setelah lulus kuliah, asik kali ya, sebelum sibuk dipusingkan dengan cari kerja. Hehehe. Mimpimu kadohan, Al! Eh tapi sebelum itu, saya ingin nyicipi naik gunung dulu. Yamasa naik Si Kunir pun belum pernah. Coba sini, siapa yang mau ngajakin saya? Hahaha. Who knows???
Share:

0 comments:

Posting Komentar