Diantara Muak dan Butuh

Saya adalah orang yang tidak bisa lepas dari smartphone dan internet. Benar-benar sudah kecanduan parah. Hampir setiap hari dan setiap waktu saya memandangi smartphone. Dari browsing-browsing, baca blog orang sampai postingan pertama (ngeri ya kaya stalker, wkwk), nonton youtube, nonton film atau drama di viu, nyari-nyari lagu, buka shopee cuma masuk-masukin barang ke keranjang, main sosial media, dan lain-lainnya. Sekecanduan itu saya. Dari situ saya jadi rada ngeri tentang mem-publish semua segi kehidupan pribadi ke sosial media, bahkan hanya nama lengkap saja. Apalagi foto-foto. Jadi sebulan terakhir ini saya bersih-bersih jejak kehidupan saya di internet. Mulai dari menghapus akun-akun sosmed yang sudah tidak saya gunakan lagi. Menghapus postingan blog yang dirasa cukup privasi. Tapi tetap masih susah, dan ada yang tetap tertinggal. Terlanjur :((

Lalu sosial media. Untuk instagram, saya sudah mulai menguranginya *yey* sudah tak uninstall aplikasi itu dari smartphone saya, walau masih sering log in lewat instagram web tapi hanya kadang-kadang. Itu pun tampilannya nggak secepat di aplikasinya. Nge-DM atau buka pesan aja ndak ada fiturnya. Jadi ya nggak lama-lama mainnya. Entah, rasanya seperti bosan saja, muak dengan postingan-postingan yang membuat rasa iri dengki saya mengalir deras. Oke. Saya tahu merasa iri itu tidak baik, makanya dari pada saya merasa iri terus, mending saya uninstall sisan.

"Makanya follow akun yang bermanfaat!"

Hey helloooo, saya juga sudah follow orang-orang yang sesuai dengan interest saya kok. Mungkin yang saya takutkan adalah postingan-postingan orang-orang di circle pertemanan. Melihat postingan orang yang dari teman sd, smp, sma. Apalagi kehidupan mereka yang jauh berbeda dengan saya. Suka kongkow sana-sini. Umbar sana-sini. Ya kalian tahu lah, rakyat instagram seperti apa. Suka pamer. Wait what? Iya, pun termasuk saya. Saya takut juga untuk termasuk dalam golongan orang pamer. Apalagi saya orangnya pengenan. Hmmm. Sifat buruk.

Ya, memang benar adanya tentang 'instagram toxic' yang sangat ramai dibicarakan beberapa waktu lalu oleh warga twitter. Yang membuat warga instagram banyak bermigrasi ke twitter. Waktu itu saya masih biasa saja dengan instagram. Masih main terus, sampai akhirnya saya merasakan secara langsung imbasnya. Saya sendiri masih aktif terus main twitter dari dulu, cuma memang mulai tahun lalu lebih intens. Tapi lama kelamaan warga twitter juga makin banyak yang berlomba-lomba banyak-banyakan retweet dan war. Berlomba-lomba jadi selebtwit-_- Tapi saya enjoy-enjoy aja kalau ada pertikaian gitu. Semacam hiburan dan menambah wawasan kalau yang diperdebatkan itu topik-topik yang perlu dibahas. Kecuali war politik yang adu emosi ya, males! Belum lagi dengan tingkah laku warga twitter yang kelewat bodor-nya. Mereka ini lucunya nggak ketulungan. Bisa gitu, saya kalau sedang mager-magernya scrolling twitter tiba-tiba ngakak sendiri dengan temuan video yang diluar nalar. Dan yang pasti tempat sambat saya. Save my lyfe!

Mungkin yang menambah alasan saya untuk uninstall instagram juga karena skripsi saya. Saya mulai mikir, nggak bisa gini terus nih. Skripsi saya harus saya perjuangkan! Soalnya saya kalau main instagram nggak ingat waktu. Jadilah daripada menggadaikan smartphone saya yang beberapa waktu lalu saya pikirkan, akhirnya saya uninstall instagram dan mengatur ke mode diam kalau saya sedang niat nggarap. Jadi diantara muak, saya masih butuh kok, butuh hiburan. Dan pelariannya ke twitter. Karena disana banyak thread dari yang bermanfaat sampai yang nggak penting amat, rekomendasi film, manusia lucu, manusia sambat, manusia bac*t yang lama kelamaan jadi tren juga ngomong kasar di twitter. Hmmm, mulai rada gimana gitu. 

Memang pada intinya di manapun itu harus pintar-pintarnya memfilter dan mengontrol semuanya. Agar efek negatifnya tidak berimbas nempel ke diri kita dan menutupi pemikiran waras kita.

Semangat berjuang untuk kalian semua yang sedang berjuang!!! ^^